Ada cerita renungan tentang keinginan dan harapan yang ingin segera diwujudkan, untuk bapak tercinta yang usianya sudah makin senja.
***
Kisah inspiratif kehidupan nyata – Sangat menyayat hati pertanyaan yang tidak pernah aku fikirkan sebelumnya ini keluar dari bibir bapakku saat beliau baru pulang dari kerja sambil mengurut kakinya. “Nak, kapan bapak bisa istirahat?” Jantungku memompa lebih cepat. dan darahku berdesir. Tapi, aku hanya terdiam dengan pertanyaan yang mungkin untuk sebagian orang bisa dijawab dengan mudah. Tapi bagiku yang baru menempuh semester awal perkuliahan, ini adalah sebuah cambukan yang begitu pedih.
Aku makin merasa bertanggungjawab atas usaha keras ayahku selama ini. Walaupun sedikit, tapi aku selalu berupaya mencetak beberapa prestasi yang membuat bapakku bangga, seperti menyicil hutang.
Kehidupan ini benar-benar sebuah roda besar, terkadang kita berada diatas dan terkadang juga sebaliknya. Dari awal menikah, kedua orang tuaku bukan lah insan yang berasal dari keluarga yang kaya raya. Walaupun sangat ingin, bapak bahkan tidak bisa meneruskan pendidikannya karena perihal biaya. Karena ekonomi keluarganya lah, bapak harus bekerja jadi buruh bangunan sejak beliau berusia 17 tahun.
Tapi siapa yang sangka Tuhan memiliki rencana lain, karena usaha dan kegigihannya, beliau mendapatkan banyak tawaran pekerjaan sebagian proyek besar dengan bayaran yang bisa dikatakan sangat lumayan pada saat itu. Sampai akhirnya bapak mengambil keputusan untuk menikah dengan ibuku di usianya yang sudah menginjak 24 tahun.
Usia 49 tahun bukan usia yang bisa dikatakan muda untuk memiliki seorang keturunan. Ya, jarak lahirku dan kakak keduaku adalah 20 tahun. Walaupun masih berada di puncak roda kehidupan, kedua kakak perempuanku juga tidak memiliki peruntungan nasib yang baik hingga mereka hanya mampu menempuh pendidikannya sampai sekolah menengah atas.
Saat ini aku sudah berusia 19 tahun dan sedang menempuh kuliah di salah satu universitas negeri dan aku juga sangat mengerti mengenai roda kehidupan keluargaku yang mulai berputar ke arah bawah seiring dengan usia bapak yang makin berjumlah banyak, 68 tahun. Bukanlah usia yang produktif lagi untuk seseorang untuk mengoles semen dan mengangkat batu, ini adalah usia dimana seseorang harusnya sudah menikmati hasil jerih payahnya selama ini. Tapi, seorang bapak tetaplah ingin memberi sesuatu yang terbaik untuk putrinya, semua hasil kerja keras di masa puncaknya hanya didedikasikan pada kedua putrinya agar berhasil dalam pendidikan, tapi takdir berkata lain.
Saat ini fisik bapak tidak sekuat dulu, usianya juga sudah tidak muda lagi, pendengaran dan penglihatannya tentu tidak setajam dulu, tapi beliau masih gigih dengan harapan terakhirnya, yaitu aku.
Senyuman yang terukir atas beberapa prestasi yang aku bawa pulang makin jadi cambukan bagi diriku untuk secepatnya ingin menyisihkan uang gaji untuk mereka. Ada satu hal yang ingin aku sampaikan pada bapak tapi tidak sempat terucap, “Bapak, semangatlah untuk bekerja sebentar lagi. Aku akan terus berusaha secepatnya untuk membahagiakan hari tua bapak dan ibu.”